BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Proses
Pembuatan Gula di PT Madu Baru
Bahan dasar
dalam pembuatan tebu di pabrik gula madukismo PT Madu Baru adalah tebu yang
diperoleh dari petani tebu dari berbagai daerah seperti Magelang, Yogyakarta
sendiri, Purworejo, dan lain-lain. Proses produksi gula dilaksanakan pada bulan
Mei-September sebab disitulah waktu panen tebu. Tebu-tebu yang telah dipanen,
di bawa dengan kereta pengangkut yang kemudian mengalami tahap-tahap berikut
sebelum menjadi gula:
1.
Penggilingan, pada proses ini
sebenarnya dilakukan proses ekstraksi untuk memisahkan antara sari tebu yang
cair (nira) dengan ampas tebu. Alat-alat yang digunakan adalah Unigrator Mark
IV dan Cane Knife yang digabung dengan 5 penggiling dengan masing-masing
terdiri atas 3 rol.
Ampas dari tebu
akan dijadikan bahan bakar untuk stasiun ketel (pusat energi) sedangkan niranya
akan diolah lebih lanjut untuk menjadi tebu, yaitu masuk ke proses pemurnian.
2.
Pemurnian, nira yang didapat dipanaskan dengan suhu
700-750°C, setelah itu direaksikan dengan Ca(OH)2 dalam defekator.
Pereaksian ini mampu menghilangkan kotoran yang ada dalam nira. Setelah itu
dilakukan proses sulfitasi, yakni pemberian SO2. Jernihlah nira
setelah dilakukan proses-proses tersebut.
3.
Penguapan (evaporasi), dari nira
yang jernih dengan konsentrasi rendah, akan ditingkatkan konsentrasinya dan
kekentalannya pada proses penguapan ini. Proses ini dilakukan dengan suhu
110°C. konsentrasi nira yang mulanya 16% dapat naik menjadi 64% dengan tekstur
yang lebih kental. Kemudian diberilah SO2 (gas) agar gula tampak
pucat.
4.
Kristalisasi, proses ini adalah proses lanjutan dari nira
yang mulai mengental yang kemudian akan dikristalkan menjadi butir-butir gula.
Caranya dengan diuapkan lagi sampai melewati batas titik jenuh, suhu yang
dibutuhkan berkisar antara 1000-1500°C. Proses ini akan menghasilkan kristal
gula dan strup. Gula didinginkan terlebih dahulu dalam kultrog.
5.
Pemisahan, proses ini melalui proses putaran seperti
sentrifuse. Proses ini dilakukan dengan karbonatasi yaitu mereaksikan gula
dengan gas karbon. Dengan begitu, gula dan strup hasil proses kristalisasi tadi
dapat terpisah. Hasil pemisahannya malah terdapat tiga, yaitu gula, strup, dan
tetes tebu. Strup ini nantinya akan dibuat menjadi alkohol (etanol). Sedangkan gula
akan masuk proses penyaringan.
6.
Penyaringan, proses ini digunakan untuk memisahkan antara
gula kasar, halus, dan normal. Gula halus dan normal akan di kemas dan dikirim
ke gudang gula, sedangkan gula kasar akan diproses lagi menuju proses
kristalisasi.
Gambar 4.1 alur
pembuatan gula

(Sutrisnoman,
2011)
B.
Pembuatan
Alkohol (bioetanol)
Bahan dasar
dari pembuatan alkohol adalah strup dari hasil kristalisasi pada pembuatan gula
yang dipisah dengan gula melalui proses pemisahan(sentrifuse). Pembuatan alkohol
ini membutuhkan bahan-bahan lain seperti 5 kg urea, 5kg NPK, 5 liter H2SO4,
serta ragi (bakteri Saccaromyces cerevisiae) 1 tabung. Alur proses dalam
pembuatan alkohol adalah sebagai berikut:
1.
Pengenceran, strup yang
didapat dari sentrifuse, diencerkan di tangki pengencer Brix 14’ tetes tebu.
Sebelumnya, tetes tebu diukur teerlebih dahulu di tangki ukur.
2.
Penyaringan
(filtrasi), tetes tebu di atur PH-nya sekitar 4,8. Kemudian
diberi asam sulfat (H2SO4), sehingga tetes tebu tidak
akan terkontaminasi dengan bakteri selain Saccaromyces cerevisiae
nantinya di proses fermentasi.
3.
Fermentasi, tetes tebu yang
telah diatur PH-nya tadi, kemudian dimasukkan ke dalam tangki (bisa dilihat di
gambar 4.2) yang kemudian di dalamnya diberi bakteri Saccaromyces
cerevisiae. Proses ini membutuhkan waktu selama sekitar 50 jam secara
anaerob.
4.
Penyulingan
(destilasi), setelah proses fermentasi, tetes tebu tadi
disuling agar konsentrasinya naik menjadi 95% sehingga akan menjadi alkohol
murni. Penyulingan ini dilakukan secara bertingkat (destilasi bertingkat).
Dengan proses penyulingan ini, air (pelarut) yang ada dalam tetes tebu tadi
akan dibuang, sehingga konsentrasi tetes tebu yang sudah menjadi alkohol sebab
pemberian bakteri Saccaromyces cerevisiae tadi menigkat.

Gambar 4.1
tangki fermentasi
C.
Pembuatan Pupuk
Bahan utama
pembuatan pupuk adalah blotong hasil proses pemurniandari nira. Blotong ini
direaksikan dengan zat-zat organik yang kemudian akan menjadi pupuk yang mengandung
N, P, dan K2. Pupuk ini mampu me-recycle tekstur tanah
walaupun dalam waktu yang lama. Tanah yang telah diberi pupuk ini, dalam kurun
waktu tertentu akan mengakibatkan kejenuhan pada tanah. Saat seperti ini, maka
tanah harus dibalik agar mendapat O2 dan diberi pupuk tersebut lagi.
D. laboratorium
pangan
Pembangunan ketahanan pangan di
Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang
pangan yang dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi
seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman
dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.
Sampai saat ini masih banyak
rumah tangga yang belum mampu mewujudkan ketersedian pangan yang cukup terutama
dalam hal mutu/tingkat gizi. Dalam hal ini keanekaragaman pangan menjadi salah
satu pilar dalam ketahanan pangan. Keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki
Indonesia merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan
konsumsi masyarakat menuju pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Berbagai
sumber pangan lokal pada beberapa wilayah masih dapat dikembangkan untuk
memenuhi keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat pada wilayah yang
bersangkutan.
Konsumsi pangan yang
beranekaragam diharapkan dapat memenuhi kecukupan gizi seseorang baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Namun sekarang ini telah terjadi perubahan dalam
pola konsumsi sebagai bagian dari perubahan gaya hidup. Terdapat kecenderungan
untuk mengkonsumsi makanan siap saji dengan kalori tinggi, rendah kandungan
seratnya. Adanya ketidakseimbangan dalam pola konsumsi ini telah mendorong
timbulnya berbagai masalah kesehatan. Diet tinggi lemak dan tinggi kalori
berkaitan erat dengan peningkatan prevalensi obesitas yang sering menjadi
pemicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif di antaranya hiperkolesterol dan
diabetes mellitus. Kekurangan sumber nutrisi tertentu seperti asam folat dapat
juga mengakibatkan cacat bawaan pada bayi dan berbagai penyakit lainnya, selain
itu kekurangan zat besi dapat menimbulkan anemia yang mengganggu produktivitas.
Menyikapi hal tersebut, menjadi
sangat perlu dilakukan penelitian mengenai makanan sehat untuk mencegah
terjadinya penyakit degeneratif tersebut. Dalam hal ini, penelitian pembuatan
makanan sehat dilakukan dengan menggunakan bahan pangan lokal. Ketersediaan bahan
pangan lokal cukup berkesinambungan sehingga dapat terjaga keberlanjutan
produksi makanan sehat yang akan dilakukan.
Produk-produk pangan yang
dikembangkan ini berasal dari bahan pangan lokal hasil pertanian diantaranya
yaitu umbi-umbian, pangan sumber protein nabati (kacang-kacangan) dan rumput
laut. Umbi-umbian merupakan bahan pangan sumber karbohidrat. Makanan sehat yang
dibuat dari umbi-umbian, mengandung serat, indeks glikemik yang rendah serta
senyawa aktif yang dapat bermanfaat bagi para penderita diabetes mellitus.
Kegiatan makanan fungsional untuk penderita diabetes melitus merupakan kegiatan
unggulan program pangan yang bersinergi dengan salah satu kegiatan di Pusat
Penelitian Kimia LIPI.
Bahan pangan lainnya yang
dikembangkan yaitu kacang-kacangan sebagai sumber protein. Bahan pangan sumber
protein dipilih mengingat fungsi protein yang sangat penting bagi tubuh. Dalam
pembuatan makanan sehat dari sumber protein nabati ini akan dilakukan optimasi
proses, termasuk proses fermentasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
nilai cerna protein dalam tubuh. Dengan demikian diperoleh makanan sehat dengan
tingkat kecernaan protein yang tinggi dalam tubuh sehingga dapat memperlancar
metabolisme. Untuk meningkatkan nilai gizi bahan pangan perlu diperkaya misalnya
dengan zat besi dan folat.
Selain itu, posisi geografis
Indonesia yang merupakan pertemuan berbagai patahan bumi dan jalur gunung
berapi di dunia, mengakibatkan frekuensi bencana alam berupa gempa bumi,
gelombang tsunami dan letusan gunung berapi di Indonesia cukup tinggi. Kondisi
tersebut menuntut sebuah budaya “sadar bencana” yang harus
dikembangkan/diperkenalkan di masyarakat. UPT BPPTK LIPI sebagai salah satu
institusi IPTEK, memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan teknologi yang
menunjang upaya “sadar bencana” tersebut dalam bentuk makanan yang disiapkan
untuk kondisi bencana.



E. laboratorium pakan
Kebutuhan produ khasil ternak erat kaitannya dengan tuntutan
adanya kualitas produk hasil ternak yang aman dan sehat bagi konsumen.
Tingginya kadar kolesterol dan beberapa asam lemak jenuh dapat menjadi ancaman
bagi kesehatan manusia sehingga
perlu upaya untuk meningkatkan
kualitas hasil ternak dengan pendekatan nutrisi (nutritional approach).Untuk menunjang capaian produk
pangan asal ternak yang sehat dan aman, perlu perhatian terhadap kuantitas dan
kualitas bahan dan produk pakan.
Ketersediaan pakan baik secara
kuantitas dan kualitas merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha
peternakan unggas maupun ruminansia. Kendala utama dalam penyediaan pakan
ternak adalah sulitnya bahan baku pakan, kadar zat makanan (nutrient) yang terkandung dalam bahan
baku pakan rendah kualitasnya sehingga belum memenuhi kebutuhan nutrisi ternak.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan rendahnya kualitas
bahan pakan adalah dengan pengembangan teknologi pengolahan pakan, peningkatan
asupannutrient melalui pemberian suplemen pakan (feed
supplement) dan peningkatan utilitas pakan dengan pemberian aditif pakan (feed
additive). Pemberian suplemen dan aditif
pakan ditujukan tidak hanya untuk mengejar aspek produktivitas ternak, namun
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk ternak terhadap
konsumen.
Tantangan terbesar dalam
pengembangan teknologi pengolahan pakan adalah mencakup tiga aspek yaitu
peningkatan kualitas pakan, daya simpan dan nilai ekonomisnya. Mengingat
sebagian besar bahan baku pakan khususnya pakan ternak ruminansia bersumber
dari limbah tanaman pangan dan agroindustri, teknologi yang akan dikembangkan
harus mampu mengatasi keterbatasan bahan pakan, seperti kadar serat tinggi,
rendahnya protein kasar dan keberadaan senyawa toksik (racun) pada beberapa
hijauan. Pengembangan teknologi bahan pakan berserat tinggi ini dilakukan
dengan dua pendekatan yakni pengolahan secara mekanik dan pengolahan dengan
fermentasi baik an
aerob maupun semi aerob untuk
mendukung kemudahan aplikasi teknologi di tingkat peternakan rakyat dan
industri.
Pendekatan suplementasi pakan
juga ditujukan untuk mengatasi kekurangan beberapa
unsur zat makanan makro maupun mikro sehingga dicapai suatu keseimbangan (balanced nutrient),
sedangkan pemberian aditif pakan berperan dalam aktivasi dan optimasi prosesabsorpsi zat makanan dalam sistem pencernaan ternak. Melalui pendekatan pengolahan pakan, pemberian suplemen dan aditif
tersebut diharapkan optimasi produktivitas ternak dapat meningkatkan efesiensi
sekaligus kualitas produk ternak.
Kegiatan penelitian bidang
pakan dan nutrisi ternak dikategorikan dalam 2 kegiatan penelitian yaitu
pengembangan bioaditive untuk meningkatkan pertumbuhan (growth promotor) dan mendukung sistem kekebalan (immunostimulator) dan modifikasi pakan (modified feed) untuk peningkatan nilai tambah produk ternak yang aman dan
sehat. Pembuatan bioaditive dilakukan dengan memanfaatkan
peranan bakteri asam laktat dengan kombinasi bahan organik yang mengandung
bioaktif yang memiliki aktivitas antimikrobia dan menstimulasi sistem kekebalan
tubuh ternak. Produk yang dihasilkan dari aplikasi produkbioaditive yang aman dan kaya akan nutrient esensial diharapkan akan memberikan kontribusi dalam penyediaan
bahan pangan hewani sebegai sumber protein utama, aman dan menyehatkan.
Integrasi peternakan dengan
bidang pertanian lainnya juga diarahkan pada suatu sistem budidaya peternakan
yang ramah lingkungan (zero waste
system). Kegiatan ini mencakup
pengelolaan limbah pertanian sebagai sumber energi alternatif dan biofertilizer yang nantinya diarahkan tidak
hanya sekedar pupuk tunggal namun juga pupuk yang memiliki spesifikasi terhadap
tanaman dan bahan penangkal hama dan penyakit tertentu. Fortifikasi pupuk
dengan bahan-bahan alam akan diintegrasikan dengan kegiatan program penelitian
bahan alam dalam program diseminasi dan implementasi IPTEK.


BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari
laporan kegiatan KKL biologi ’13 adalah:
1.
Produk-produk PT Madu Baru adalah gula dipabrik
gula madukismo, lalu alkohol di pabrik alkohol madukismo, dan pupuk.
2.
Proses pembuatan gula adalah
penggilingan(ekstraksi), pemurnian, penguapan(evaporasi dengan suhu 110°c),
pemasakan (kristalisasi), pemisahan dengan sentrifuse (putaran), dan
penyaringan serta pengepakan.
3.
Proses pembuatan alkohol adalah pertama proses
pengenceran, penyaringan (filtrasi, dengan PH 4,8 dan diberi H2SO4),
fermentasi (dengan bakteri Saccaromyces cerevisiae selama 50 jam secara
anaerob), destilasi (penyulingan, destilasi bertingkat, menigkatkan konsentrasi
alkohol menjadi 95% dengan pembuangan air/pelarut)
4.
Proses pembuatan pupuk adalah dengan memanfaatkan
limbah padat berupa blotong hasil sisa proses pemurnian pada gula. Blotong ini
akan direaksikan dengan zat-zat organik yang nantinya pupukini akan mengandung
N,P,dan K2.
5.
Laboratorium yang ada di LIPI Gunung
Kidul,Yogyakarta adalah laboratorium pangan, laboratorium pakan, dan
laboratorium teknik kimia dan lingkungan.
6.
Jenis kegiatan dalam laboratorium pangan adalah
pengembangan di bidang pangan itu sendiri dengan produk-produk yang telah
diluncurkan adalah seperti gudeg kaleng. Sedangkan pada laboratorium pakan
adalah pengembangan di bidang pakan ternak (inovasi baru) seperti lemofit.
Laboratorium terakhir adalah teknik kimia dan lingkungan seperti adanya
pembangkit listrik tenaga surya, biogas,
pembuatan sabun transparan, dan sebagainya.
7.
Banyak sekali alat-alat laboratorium instrumen
yang dimiliki LIPI gunung kidul seperti kedal, oven, lemari asam, rotary
evaporator, destilator, dan lain sebagainya.
B.
Saran
Saran yang
dapat diberikan adalah:
1.
Saat di PT Madu Baru, pemilihan waktunya kurang
tepat sehingga tidak bisa langsung melihat proses pembuatan gula sebab memang
bukan waktunya produksi gula. Disarankan untuk kegiatan KKL depan, dipilih
waktu yang tepat.
2.
Saat di LIPI maupun di Madukismo PT Madu Baru,
seharusnya pemateri tidak hanya satu, sehingga peserta KKL tidak kesulitan
mendapat informasi dari pemateri. Kendalanya adalah pemateri hanya satu, sedangkan
peserta berjumlah ratusan
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S.P. 1999. Pencernaan Mikroba
pada Ruminansia. Gajah Mada 7University
Press. Yogyakarta
http://psmadukismo.blogspot.com/2010/08
http:/bpptk.lipi.go.id
Munawar dan
Harry Widjajanti. 2006. Mikrobiologi. FMIPA Unsri : Indralaya
Simoen, Sujanto.1996.Limbah yang Dapat Berperan
sebagai Sumber K bagi Tebu. Jurnal Gula Indonesia. Vol. XXI, No.1
Sumarni.1984.Analisa beserta Alternatif
Pemecahan Masalah Peningkatan Efisiensi Proses Produksi Etanol Fermentasi dan
Keadaan Pemasarannya di PTP XIV Pabrik Spiritus dan Arak Palimanan. Laporan
Praktek Lapangan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor
Suriawiria, Unus. 1999. Pengantar
Mikrobiologi Umum. 7Angkasa. Bandung
Suwardana, i wayan. 2007. Isolasi dan
identifikasi bakteri asam laktat dari cairan rumen sapi bali sebagai kandidat
biopreservatif. Jurnal veteriner. Vol 8. No 4 155-159