Terry Perdana
Welcome to my blog! :D
Monday, 10 October 2016
Wednesday, 12 November 2014
KKL CANGAR FUNGI LUMUT LICHENES
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof, butuh senyawa organic untuk nutrisi. Mereka memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup saprofit., menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak).Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya (Karim, 2007).
Lumut merupakan Plantae yang masuk Divisi Bryophyta. Ia lebih maju daripada ganggang, karena sudah memiliki batang dan daun, tapi jaringannya masih sederhana. Akarnya disebut rizoid, untuk melekat dan mengisap air dan mineral. Hidup di tempat lembab san basah. Batangnya disebut kauloida dan daunnya disebut filoida, pada lumut daun (Sujana, 2007). Tumbuhan lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecil yang termasuk dalam divisio Bryophyta (dari bahasa Yunani bryum, "lumut"). Tumbuhan lumut sudah menunjukkan diferensiasi tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati.
Lichen sebagai tumbuhan pioneer memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Jenis ini menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras dan kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan organisme lainnya. Saat ini Lichen telah banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat dan beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi,
Ketersediaan sumber alam yang melimpah terdapat di Negara Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak keanekaragaman flora dan fauna lebih dari negara-negara yang lain. Dengan letak geografisnya yang mendukung, berbagai macam organisme dapat berhabitat di dalamnya. Kekayaan sumber daya alam juga mengindikasikan kekayaan hayatinya.
Mengamati dan menelitinya merupakan hal yang perlu untuk dilakukan, agar pengetahuan mengenai objek-objek yang diamati, baik meliputi klasifikasi, jenis, morfologi sera anatomi, dan manfaatnya dapat diketahui sehingga menghasilkan manfaat baik bagi masyarakat dan kehidupan di alam ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mempelajari morfologi dan reproduksi dari jamur, lichen, dan lumut yang ditemukan di Taman Hutan Raya R. SoerjoDusun Cangar Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur?
1.3 Manfaat
Manfaat dari diadakannya penelitian ini antara lain ;
a. Sebagai pelengkap dalam memenuhi perkuliahan, terutama mata kuliah Botani Tumbuhan tidak Berpembuluh (BTTB)
b. Menambah wawasan mahasiswa terutama mahasiswa biologi mengenai keanekaragaman Fungi,Lichen dan Lumut.
Sujana, Arman. 2007. Kamus Lengkap
Biologi . Jakarta : Mega Aksara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Jamur (fungi)
Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof, butuh senyawa organic untuk
nutrisi. Mereka memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka
hidup saprofit., menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks,
menguraikannya menjadi zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian
dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi
mereka dapat sangat menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil,
makanan dan bahan-bahan lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik
yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler
(bersel banyak).Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara
makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya (Karim, 2007).
Jamur
tumbuh subur terutama di musim hujan karena jamur menyukai habitat yang lembab.
Akan tetapi, jamur juga dapat ditemukan hampir di semua tempat dimana ada
materi organik. Jika lingkungan disekitarnya mengering, jamur akan menjalani
tahapan istirahat atau menghasilakn spora. Cabang ilmu biologi yang mempelajri
tentang jamur disebut mikologi (Indah, 2009).
Perbedaan jamur dengan tumbuhan
tinggi (kingdom Plantae) antara lain tubuh jamur berupa talus (tubuh sederhana
yang tidak mempunyai akar, akar, batang, dan daun). Selain itu, jamur tidak
berklorofil sehingga tidak membutuhkan cahaya matahari untuk menghasilkan
makanan. Jamur bersifat heterotrof saprofit atau heterotrof parasit. Sedangkan
tumbuhan memiliki klorofil sehingga bersifat fotoautotrof, yaitu mampu membuat
makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari (Indah, 2009).
Jamur merupakan organism yang
menghasilkan spora, dinding dari zat kithin (karbohidrat kompleks), tidak
berflgel dalam daur hidupnya. Jamur memiliki hifa. Kebanyakan hifa dibatasi
oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup
untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari
sel ke sel. Akan tetapi, ada pula hifa yang tidak bersepta atau hifa
senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel
berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada
jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang
merupakan organ penyerap makanan dari substrat, haustoria dapat menembus
jaringan substrat (Karim, 2007).
Ada tiga macam morfologi hifa, yaitu
Asepat (senosit), septet dengan sel-sel uninukleat dan septet dengan sel-sel
multinukleat. Kumpulan hifa membentuk miselium ( Tjitrosoepomo, 1989).
Miselium dapat vegetatif (somatic)
atau reprodutif. Beberapa hifa dari miselium somatic menembus ke dalam medium
untuk mendapatkan zat makanan. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk
pembentukan spora dan biasanya tumbuh keluar ke udara dari miselium. (Karim,
2007).
Reproduksi
Fungi
Secara alamiah jamur berkembang biak
dengan berbagai cara, baik secara aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau
pembentukan spora, dapat pula secara seksual dengan peleburan nucleus dari dua
sel induknya. Pada pembelahan, suatu sel membagi diri untuk membentuk dua sel
anak yang serupa. Pada penguncupan, suatu sel anak tumbuh dari tonjolan kecil
pada sel inang.Spora aseksual, yang berfungsi untuk menyebarkan spesies dibentuk
dalam jumlah yang besar. Ada banyak macam spora aseksual, yaitu Konidiospora,
Sporangiospora, Konidium (artrospora), kalmidospora, dan Blastospora (Karim,
2007).
Reproduksi secara
seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak
gametangium mengakibatkan terjadinya singgami, yaitu persatuan sel dari dua
individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan
sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah
plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak
melebur dan membentuk dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau
miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan
meiosis.Ada beberapa tipe spora seksual, yaitu Askospora, Basidiospora,
Zigospora, dan Oospora (Karim, 2007).
Spora aseksual dan
seksual dapat dikitari oleh struktur pelindung yang sangat terorganisasi yang
disebut tubuh buah. Tubuh buah aseksual diantaranya ialah aservulus dan
piknidium. Tubuh buah seksual yang umum disebut peritesium dan apotesium (Karim,
2007).
Basidiomycota
Basidiomycotina
dicirikan oleh adanya basidispora yang terbentuk di luar pada ujung atau sisi
basidium. Basidiomycotina yang banyak dikenal meliputi jamur papan pada
pepohonan, dan jamur karat serta jamur gosong. Basidiokap yang mengandung
basidia bersama basidiosporanya. Ciri khas yang dimiliki oleh
kelompok ini adalah alat repoduksi generatifnya berupa basidium sebagai badan
penghasil spora. Kebanyakan anggota spesies berukuran makroskopik.
2.2 Lumut (Bryophyta)
Lumut merupakan Plantae yang masuk
Divisi Bryophyta. Ia lebih maju daripada ganggang, karena sudah memiliki batang
dan daun, tapi jaringannya masih sederhana. Akarnya disebut rizoid, untuk
melekat dan mengisap air dan mineral. Hidup di tempat lembab san basah.
Batangnya disebut kauloida dan daunnya disebut filoida, pada lumut daun
(Sujana, 2007).
Lumut memiliki ciri-ciri yang
membedakannya dengan tumbuhan lain. Lumut merupakan tumbuhan dengan ukuran
relatif kecil, tingginya 2 sampai 50 cm. Tubuhnya tidak memiliki akar,
batang, dan daun yang sebenarnya, tetapi mempunyai bagian yang
menyerupai akar (rizoid), batang, dan daun. Pada beberapa jenis lumut hati
atau lumut tanduk tubuhnya masih berupa talus (lembaran). Rizoid adalah
struktur menyerupai rambut atau benang-benang yang berfungsi untuk melekatkan
tubuh pada tempat tumbuhnya dan menyerap air serta garam-garam mineral.
Rizoid ini terdiri dari satu deret sel yang memanjang, terkadang dengan
sekat yang tidak sempurna. Batang dan daun lumut belum memiliki floem
maupun xylem (proses distribusi dengan difusi). Sel-sel penyusun tubuhnya
memiliki dinding sel yang terdiri dari selulose. Daun lumut
umumnya disusun oleh sel-sel setebal 1 lapis, kecuali ibu tulang daun,
yang mempunyai lebih dari 1 sel. Sel-selnya sempit, panjang, kecil,
dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala (Indah, 2009).
Tubuh tumbuhan lumut dengan berbagai
struktur umum tersebut adalah gametofit. Setelah dewasa, lumut akan
membentuk sporofit. Sporofit adalah struktur tubuh lumut yang terdiri atas
bagian-bagian tertentu, yaitu vaginula, kaliptra, dan kolumela. Vaginula
adalah bagian sporofit yang terdiri dari kaki yang diselubungi sisa
dinding arkegonium, seta (tangkai), dan apofisis yaitu ujung seta
yang agak melebar, yang merupakan peralihan antara seta dengan kotak
spora (sporangium). Kaliptra adalah tudung yang berasal dari dinding
arkegonium sebelah atas menjadi tudung kotak spora.
Sedangkan kolumela adalah jaringan yang tidak ikut mengambil
bagian dalam pembentukan spora. Sporofit tumbuhan lumut tumbuh
menumpang pada gametofit yang hijau menyerupai daun. Sporofit
ini memiliki klorofil, sehingga dapat berfotosintesis. Namun,
tumbuhan lumut juga bisa mendapatkan makanan dari gametofit tempatnya
melekat (Karim, 2007).
Habitat lumut adalah tempat-tempat
yang memiliki kelembaban yang tinggi. Di lingkungan sekitar, kita bisa
melihat berbagai jenis lumut yang menempel pada bebatuan, tembok, sumur,
dan permukaan batu bata. Selain itu, tumbuhan lumut banyak dijumpai di
hutan yang lebat, di atas tanah atau di atas batu. Tumbuhan lumut juga
hidup pada kayu-kayu yang lapuk atau menempel pada kulit pohon sebagai
epifit. Di daerah pegunungan ditemui suatu wilayah yang banyak
didominasi oleh lumut, sehingga disebut hutan lumut.. Berbagai jenis lumut
juga ditemukan di daerah dengan iklim yang ekstrim. Ada lumut yang hidup
di daerah kering atau gurun, di dalam lumpur, dan aliran sungai. Lumut
juga dapat dijumpai di daerah kutub utara (Arktik) dan di daerah kutub selatan
(Antartika) (Indah, 2009).
Siklus Hidup Lumut
Siklus hidup lumut berbeda dengan
siklus hidup tumbuhan yang lain karena siklus hidup lumut didominasi oleh
gametofit. Gametofit menghasilkan organ kelamin jantan atau anteredium dan
organ kelamin betina atau arkegonium. Apabila anteredium dan arkegonium
dihasilkan oleh satu gametofit (satu individu lumut) maka jenis tersebut
disebut lumut berumah satu atau homotalus, sedangkan apabila
keduanya dihasilkan oleh gametofit yang berbeda maka jenis tersebut
disebut lumut berumah dua atau heterotalus.Sebagian besar spesies
lumut daun bersifat heterotalus. Gametofit jantan membentuk
anteredium dan gametofit betina membentuk arkegonium. Sperma dari
anteredium dengan perantaraan air berenang menuju sel telur di dalam
arkegonium kemudian terjadi pembuahan yang menghasilkan zigot. Zigot yang bersifat
diploid kemudian akan mengalami mitosis dan bekembang menjadi sporofit
embrionik di dalam arkegonium. Pada ujung batang sporofit yang memanjang
terdapat sporangium, yaitu kapsul tempat spora haploid berkembang.
Sporangium juga berfungsi sebagai tempat terjadinya pembelahan mitosis.
Setelah masak, kapsul spora pecah dan spora terpencar keluar. Spora-spora
tersebut apabila menemukan tempat yang memiliki kelembaban yang sesuai
akan berkecambah membentuk protonemata (jamak dari protonema) kecil yang
berwarna hijau.Protonemata haploid tersebut terus tumbuh dan berdiferensiasi
sehingga membentuk gametofit. Gametofit dewasa akan membentuk
gamet-gamet yang akan berkembang dan kembali menjalani siklus
serupa. Perkawinan antara gamet jantan dan gamet betina membentuk spora
merupakan perkembangbiakan secara seksual (generatif). Selain melalui
perkembangbiakan generatif, lumut juga berkembang biak secara vegetatif.
Bagian gametofit lumut yang patah dan terbawa angin atau burung yang
mencari bahan sarang bisa tumbuh apabila jatuh di tempat-tempat yang
lembab. Beberapa jenis lumut juga sangat mudah membentuk tunas-tunas atau
gemma. Gemma merupakan tubuh bersel satu atau banyak. Seringkali,
menguncup dari jaringan generatif khusus pada batang, daun, rizoid, atau
protenema. Gemma dapat secara efektif memberikan persebaran dalam waktu
singkat. Contohnya terdapat pada Calymperes erosum dan Marchantia
polymorpha. Jenis yang pertama tersebut adalah anggota lumut daun yang
mempunyai gemifereous leaf pada bagian ujung daunnya, sedangkan jenis
yang satunya merupakan lumut hati yang mempunyai gemma cup
pada permukaan talusnya (Karim, 2007).
Lumut Tanduk (Anthocerotopsida)
Lumut tanduk mempunyai kemiripan
dengan lumut hati, yakni pada gametofitnya. Bedanya, lumut tanduk memiliki
sporofit yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti tanduk dari
hamparan gametofit. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis
dan Notothylus indica. Pada lumut tanduk yang matang, genus Anthoceros,
sporanya berwarna hitam seperti yang ditunjukkan oleh ujung gelap sporophytes.
Pada fase gametofit, antara lumut tanduk dan lumut hati dapat dibedakan. Pada
lumut tanduk, fase gametofitnya menampilkan warna biru kehijauan dan nampak
berminyak (Norris,2013).
2.3 Lichenes ( Lumut
Kerak )
Lumut kerak merupakan simbiosis
antara jamur dari golongan Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan
Chlorophyta atau Cyanobacteria bersel satu (fikobion). Tumbuhan ini tergolong
tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Lumut kerak
bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya
lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap
kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan
dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati,
dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Indah, 2009 : 41).
Ganggang membuat makanan
untuk jamur. Sebab utama hijau yang dimilikinya memungkinkan ganggang melakukan
proses fotosintesis, memasak makanan. Sementara itu, tugas jamur adalah member
perlindungan terhadap kekeringan. Lichenes adalah tanaman yang hebat.
Berbeda dari lumut biasa yang tumbuh di tempat lembap, lichenes bias tumbuh di
tempat-tempat yang sulit, tempat yang sangat dingin dan kering. Lichenes ini
hidup secara epifit pada pohon-pohonan tetapi dapat juga hidup di atas tanah
terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai dan
juga gunung-gunung yang tinggi (Tjitrosoepomo, 1989).
Morfologi Lichenes
Tubuh lichenes dinamakan thalus yang secara
vegetative mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur.
Thalus ini berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan.
Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau merah
dengan habitat yang bervariasi. Bagian tubuh yang
memanjang secara seluler dinamakan hifa. Hifa
merupakan organ vegetative dari thalus atau miselium yang biasanya tidak
dikenal pada jamur yang bukan lichenes. Alga selalu berada pada
bagian permukaan dari thalus (Hawksworth, 1984).
Menurut bentuk pertumbuhannya,
lumut kerak tdapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu (Indah, 2009) :
1.
Krustos,
jika talus terbentuk seperti kerak (kulit keras), berukuran kecil, datar dan
tipis. melekat erat pada substratnya (batu, kulit pohon atau tanah). Contohnya :
Physcia,Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
Lichen krustos yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya
yang berada di permukaan yang biasanya disebut endolitik.
2.
Folios,
jika talus berbentuk seperti daun. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan
seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda.
Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga
berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contohnya : Umbillicaria,
Parmelia, Xantoria, Physcia, Peltigera.
3.
Frutikos,
jika talus tegak seperti semak atau menggac ntung seperti jumbai atau pita.
Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon.
Contohnya : Usnea longissima.
4.
Squamulose,
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus
yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur
tubuh buah yang disebut podetia. Contoh : Psora pseudorusselli,
Cladonia carneola.
Menurut
Yurnaliza (2002) disebutkan struktur morfologi dapat dalam diwakili oleh jenis
foliose karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara
jelas yaitu:
- Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
- Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.
- Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal.
- Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar.
Perkembangbiakan Lumut Kerak (Lichen)
Perkembangbiakan lichens
terjadi melalui tiga cara yaitu vegetative, aseksual, dan seksual. Secera vegetatif
menggunakan Fragmentasi, isidia soredia. Secara aseksual dengan pembentukan
spora yang sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut
pycnidiospores. Secara seksual berbeda lagi, perkembangan seksual dilakukan
pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami
perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens
(Yurnaliza, 2002).
METODE
PENELITIAN
2.1
Waktu dan Tempat
Kuliah kerja
lapangan mengenai jamur, lichenes dan lumut ini dilaksanakan pada hari Minggu,
09 November 2014 pada pukul 10.00-12.30 WIB di TAHURA R. Soerjo Cangar, Batu,
Jawa Timur.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Toples bekas 1 buah
2. Kamera 1 buah
3. Kantong plastik 1 buah
2.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Jamur 1 spesies
2. Lichenes 1 spesies
3. Lumut 1 spesies
2.3 Cara kerja
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Disediakan alat yang diperlukan
2.
Dicari jamur, lichenes dan lumut yang akan di amati
3.
Dimasukkan kedalam toples dan plastik yang telah
disediakan
4.
Diamati jamur, lichenes dan lumut yang didapat
5.
Diidentifikasi tiap sampel jamur, lumut, dan
lichens yang didapat.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Ganoderma
sp.
4.1.1
Hasil
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Niel, 2007)
|
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas :
Holobasidiomycetes
Ordo : Hymenomycetales
Famili : Polyporaceae
Genus : Ganoderma
Spesies : Ganoderma
sp. (Tjitrosoepomo, 2011)
4.1.2 Pembahasan
Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof .
Mereka memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup
dari benda organic mati yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit
menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi
zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah,
dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat
menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan
lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur
atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak).
Pengamatan yang dilakukan di Cangar, praktikan menemukan suatu
jamur yang hidup menempel (epifit) di kayu, yaitu Ganoderma sp. yang
merupakan spesies dari kingdom fungi divisi Basidiomychota dalam kelas
Holobasidiomycetes, suku Polyporaceae. Spesies ini masuk dalam divivi
Basidiomycota sebab ia mempunyai kantung sporangium yang karakteristik disebut
basidium yang mengandung spora yng disebut basidiospora. Nampak pada gambar
pengamatan, tubuh Ganoderma sp. seperti kipas, setengah lingkaran, keras,
tidak lentur maupun bertekstur seperti jelly dan ditemukan pada substrat kayu,
bila disentuh seperti diselubungi bulu-bulu tipis dan pendek, berwarna cokelat
dan memiliki lapisa-lapisan. Panjangnya 5,5 cm dan lebarnya 2,5 cm.
Hal ini sesuai
dengan literature yang ada (Tjitrosoepomo, 2011) yang menyatakan bahwa suku
Polyporaceae memiliki tubuh buah berupa suatu kipas, himenofora merupakan buluh-buluh
(pori) yang dilihat dari luar berupa lubang-lubang. Sisi dalam lubang-lubang
itu dilapisi himenium (lapisan-lapisan dalam badan buah yang membentuk spora).
Tubuh buah jamur ini dapat berumur beberapa tahun dengan tiap-tiap kali
membentuk lapisan-lapisan himenofora bau. Sebagian hidup sebagai saprofit
misalnya Ganoderma applanatum (jamur kayu). Tubuh buah berbentuk
setengah lingkaran, banyak terdapat pada kayu-kayu lapuk. Sehingga sesuai dengan literatur (Karim,
2007), jamur yang hidup epifit dan menguraikan atau menghancurkan sisa-sisa
menjadi senyawa kimia lebih sederhana, dikembalikan lagi ke tanah, hingga tanah
dapat menjadi subur. Ia dapat memilih katu sebagai substratnya adalah sebab
kayu memiliki bahan organic yang dibutuhkan oleh jamur kayu (Ganoderma
sp.).
Ganoderma sp. ini tidak
dapat dibedakan antara bagian akar, batang, dan daunnya. Sehingga dapat dikatakan
ia adalah thallus. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Indah (2009)
bahwa jamur merupakan organism thallus seperti pada lumut dan alga. Ganoderma
sp. masuk dalam kelas Homobasidiomycetes atau Holobasidiomycetes sebab
basidium yang terdapat pada Ganoderma sp. terdiri dari satu sel saja,
tidak memiliki sekat, dan tidak pula terbagi menjadi empat sel.
Pernyataan
Tjitrosoepomo (2011) mengenai perkembangan sel vegetative dari kelas
Holobasidiomyetes adalah dengan basidiospora yang berasal dari reproduksi
generatifnya berupa basidium. Basidiospor nantinya akan mempunyai jenis kelmin
berbeda-beda, masing-masing tumbuh menjadi miselium dengan jenis kelamin
berbeda pula. Miselium ini bersekat, membentuk sel-sel vegetative yang
masing-masing hanya berisi satu spora (uninukleat). Jika dua sel vegetative
berbeda jenis kelamin bertemu, maka keduanya menyatu, diikuti fusi sitoplasma
(plasmogami/somatogami), sehingga terbentuk satu sel berisi sepasang nucleus
(dikaryotik). Hingga tahap ini, miselium
ini tidak menghasilkan alat-alat kelamin khusus. Selanjutnya sel yang berasal
dari persatuan dua sel monokaryotik tersebut tumbuh membentuk tubuh buah
(basidiomata) yang terdiri dari hifa-hifa dikaryotik.
Sel-sel di
ujung hifa membentuk hubungan klem melalui suatu kait (semacam trikogen).
Pasangan nucleus sel di ujung hifa membelah sehingga terbentuk dua pasang
nucleus. Salah satu dari dua nukleus anakan yang pertama tertarik ke pangkal.
Lalu salah satu dari dua nuklus anakan yang kedua masuk ke buluh kait dan menuju
ke pangkal pula, sehingga di ujung sel terdapat satu nucleus lagi. Selanjutnya
sel membuat dinding pemisah di tempat keluarnya kait dan satu dinding pemisah
lagi yang membatasi sel ujung dengan sel di bawahnya. Kait lalu bersatu lagi
denga sel yang ada di bawahnya, sehingga sel menjadi dikaryotik lagi.
Pembentukan kait akan selalu diulangi lagi setiap kali akan terbentuk inding
pemisah, sehingga akhirnya terbentuk miselium dikaryotik yang panjang dan
bercabang. Dalam kondisi demikian, fungi dapat tumbuh terus hingga beberapa
tahun.
Perkembangbiakan
sel seksual dari kelas Holobaidiomycetes menurut Tjitrosoepomo (2011) adalah
melalui peleburan sepasang nucleus. Jadi awalnya tubuh buah basidiomycetes
dibentuk oleh hifa-hifa dikaryotik. Pada tubuh buah tadi, umumnya pada sisi
bawah tudung, berkembang hifa-hifa yang akan membentuk basidium. Hifa ini
membentuk sutu lapisan himenium yang susunannya seperti jaringan palisade.
Seldi ujung hifa yang akan membentuk basidium membesar membentuk gada. Lalu
sepasang nucleus di dalamnya bersatu, diikuti pembelahan meiosis, sehingga
terbentuk empat nucleus haploid dan dua-dua mempunyai jenis kelamin yang
berbeda. Selanjutnya pada ujung basidium terjadi empat pnonjolan dengan ujung
bulat ata jorong yang disebut sterigma, yang kemudian akan menjadi
basidiospora. Keempat nucleus haploid masuk ke dalam calon basidiospora melalui
sterigma. Basidiospora masak akan dilemparkan oleh kekuatan turgor basidium dan
seterusnya tersebar oleh angin.
Lapisan
himenium tubuh buah Holobasidiomycetes, di samping mengandung basidium terdapat
pula parafisis, yaitu hifa dikaryotik steril yang telah mengalami degenerasi.
Selain itu terdapat pula sistidium, yaitu hifa-hifa steril yang ukurannya lebih
besar daripada parafisis.
Abdi, dkk
(2013) menyatakan dalam jurnalnya tentang faktor abiotik pada hutan Cangar yang
masuk dalam TAHURA R. Soerjo pada ketinggian 1600-1727 m di bawah permukaan
laut adalah meliputi intensitas cahaya (lux) adalah 10x100-868x100, semakin
tinggi semakin rendah intensitasnya. Kelembaban udara (%) 60-90, suhu (°C)
18-28, pH tanah 6-7, dan kelembban tanah (%) 25-78. Hutan Cangar sendiri,
menurut Maisyaroh (2010) brada pada ketinggian 1600 meter di bawah permukaan
laut. Dengan kondisi yang demikian, dengan suhu rendah, cahaya yang minim pada
permukaan yang makin tinggi, pH netral, hingga kelembaban udara yang tinggilah
yang menyebabkan jamur sejenis Ganoderma sp. mampu tumbuh di wilayah
hutan Cangar.
4.2 Anthoceros
fusiformis
4.2.1 Hasil
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Neli, 2013)
|
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Bryophyta
Kelas : Hepaticae
Ordo : Anthocerotales
Famili : Anthocerotaceae
Genus : Anthoceros
Spesies : Anthoceros
fusiformis (Tjitrosoepomo, 2011)
4.2.2 Pembahasan
Lumut merupakan
tumbuhan tak berpembuluh sebab tak memiliki xilm floem. Menurut Norris (2013),
lumut adalah tumbuhan yang memiliki nama imiah Bryophyta, merupakan kelompok
tumbuhan yang termasuk di dalamnya adalah lumut dun, lumut hati, dan lumut
tanduk. Dapat pula lumut didefinisikan sebagai tumbuhan hijau tanpa bunga dan
buah-buahan, dan kurang baik system pembuluhnya untuk mengangkut cairan di
sepanjang tubuhnya, mereka tidak memproduksi benih, namun spora bersel tunggal.
Kuliah Kerja
Lapang (KKL) yang dilaksanakan di hutan Cangar, praktikan mendapati adanya
lumut tanduk spesies Anthoceros fusiformis, dari genus Anthoceros, bangsa
(ordo) Anthocerotales yang hanya memuat beberapa marga (genus) yang biasanya
dimasukkan dalam satu suku saja, menurut Tjitrosoepomo (2011), yakni
Anthocerotaceae. Nampak pada gambar pengamatan, bentuknya memng seperti tanduk
yang merupakan thallus berbentuk kapsul yang memanjang, berwarna hijau. Di
dasar dari kumpulan tanduk, terdapat bagian gametofit dari lumut tanduk.
Sebelum menuju jaringan gametofit, terdapat bagian yang meluas dari kapsul.
Bagian itu disebut involucrum.
Hal tersebut, tentang morfologi lumut tanduk, sesuai dengan
litertur (Haryono, 2000) yang menyatakan bahwa Lumut
Tanduk memiliki bentuk tubuh seperti tanduk yaitu berupa Talus yang memanjang.
Warna dari Talus ini dalah hijau. Sporofit pada lumut ini berupa kapsul yang
berbentuk memanjang, silinder dan berbentuk bulir
pangkal sporofit di bungkus dengan kelubung dari jaringan gametofit. Dasar
kapsul meluaas ke arah bawah sebagai kaki, suatu organ untuk melekat dan
menyerap, tebenam dalam – dalam di dalam jaringan talusnya. Pada lumut
tanduk sel-selnya hanya memiliki satu Kloroplas yang
besar dan mencakup pirenoid. Lumut tanduk terdiri dari 100 spesies.
Salah satu spesiesnya adalah anthoceros
sp. Habitat dari lumut tanduk adalah
di gunung, tepian sungai, danau, atau sepanjang selokan. Cara reproduksi lumut
tanduk seperti pada lumut hati.
Norris (2003)
menyatakan bahwa lumut tanduk mempunyai kemiripan dengan lumut hati,
yakni pada gametofitnya. Bedanya, lumut tanduk memiliki sporofit
yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti tanduk dari
hamparan gametofit. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis
dan Notothylus indica. Pada lumut tanduk yang matang, genus Anthoceros,
sporanya berwarna hitam seperti yang ditunjukkan oleh ujung gelap sporophytes.
Pada fase gametofit, antara lumut tanduk dan lumut hati dapat dibedakan. Pada
lumut tanduk, fase gametofitnya menampilkan warna biru kehijauan dan nampak
berminyak. Pada gambar pngamatan memang Nampak bahwa fase gametofitnya memang
bening seperti mengandung minyak.
Tjitrosoepomo
(2011) menyatakan bahwa gametofit pada lumut tanduk mempunyai talus berbentuk
cakram dengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan
rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-selnya hanya mempunyai
satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar, pada sisi bawah talus terdapat
stoma dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal. Stoma itu kemudian hamper
selalu terisi dengan lendir. Beberapa anteridum terkumpul dalam suatu lekukan
pada sisi atas talus, demikian pula arkegoniumnya. Zigot mula-mula membelah
menjadi dua sel dengan suatu dinding pemisah melintang. Sel yang di atas terus
mebelah-belah dan merupakan sporogonium, yang bawah membelah-belah merupakan
kaki sporogonium. Sel-sel yang menyusun kaki sporogonium berbentuk seperti
rizoid, melekat pada talus gametofitnya. Bgi sporogonium, kaki itu brfungsi
sebagai alat penghisap (haustorium). Sporogonium tidak bertangkai, mempunyai
bentuk seperti tanduk, panjangnya 10-15 cm. Jika telah masak pecah seperti buah
polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan terdiri atas beberapa
deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela diselubungi oleh
jaringan yang kemudian akan menghasilkan spora, yang disebut arkespora. Selain
spora, akespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang disebut elatera. Berbeda
dengan lumut hati lainnya, masaknya kapsul spora pada sporogonium itu tidak
bersama-sama, akan tetapi dimulai dari atas dan berturut-turut sampai pada
bagian bawahnya. Dinding sporogonium mempunyai stoma dengan dua sel penutup,
dan selain itu sel-selnya mengandung kloroplas.
Lumut memiliki
dua fase hidup yaiu fase sporofit dan fase gametofit. Namun yang sering nampak
terlihat adalah fase gametofitnya. Dau hidupnya menurut Tjitrosoepomo (2011)
dimulai dari spora yang kecil dan haploid, berkecambah menjadi suatu protalium
yang pada lumut disebut protonema. Protonema ini ada yang menjadi besar, ada
juga yang tetap kecil. Pada protonema ini terdapat kuncup-kuncup yang tumbuh
dan berkembang menjadi tumbuhan lumutnya. Pada tumbuhan lumut dibentuk
gametangium (anteridium= spermatozoid, arkegonium= sel telur). Setelah terjadi
pembuahan, muncul zigot, embrio diploid. Embrio lalu tumbuh menjadi suatu badan
yang bulat atau jorong dengan tangkai pendek atau panjang, yang disebut sporogonium,
disebut pula kapsul spora yang menghasilkan spora. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Karim (2007).
Lumut tanduk
ini dapt ditemukan di hutan Cangar sebab sepeti yang disebutkan pada pembahasan
Fungi (4.1.2), Cangar memiliki suhu rendah, intensitas cahaya cukup, pH menuju
netral, dan kelembaban yang tinggi yang dibutuhkan oleh lumut seperti yang
dinyatakan oleh Indah (2009) bahwa lumut menyukai tempat lembab yang juga
menyebutkan bahwa lumut spesies tertentu dapat hidup di tempat ekstrim. Lumut
tanduk juga dapat hidup di tempat cukup ekstrim seperti pada pemandian air
panas di Cangar. Dengan letaknya yang dekat dengan air, maka akan memudahkan
spermatozoid bertemu dengan sel telur dan terjadi pembuahan yang menghasilkan
individu baru.
4.3 Physcia
sp.
4.3.1 Hasil
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Nerra, 2014)
|
Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Divisi : Lichenes
Kelas : Ascolichenes
Ordo : Lecanorales
Famili : Lecanoraceae
Genus : Physcia
Spesies :
Physcia sp.
4.3.2
Pembahasan
Klasifikasi di
atas menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan pada KKL Cangar adalah Lichenes
dengan spesies Physcia sp. Nampak bahwa spesies ini masuk dalam kelas
Ascholichenes, sehingga fungi penyusunnya adalah dari divisi ascomycota, dengan
penyusunnya dari family Mycophyceae dan Chlorophyceae. Nampak pada gambar
pengamatan, Physcia sp. ini memiliki struktur morfologi berwarna abu-abu
kehijauan, berbentuk seperti daun, terdapat lobus, seperti pada squamulose,
teksturnya keras (tidak lentur), mudah dilepas dari substratnya sebab tidak
menempel seutuhnya. Dari cirri-ciri ini maka Physcia sp. masuk dalam
kelompok foliose.
Indah (2009) menyatakan bahwa Foliose talusnya berbentuk seperti daun. Thallusnya datar, lebar, banyak
lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah
berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini
juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contohnya :
Umbillicaria, Parmelia, Xantoria, Physcia, Peltigera. Memang sudah jelas,
bahwa Physcia masuk dalam foliose.
Physcia sp ini ditemukan menempel pada kayu yang telah jatuh dari
pohonnya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam literature
(Tjitrosoepomo, 1989) bahwa Lichenes dapat hidup epifit pada pepohonan, dapat
pula di tanah, dan bebatuan. Menurut Yurnaliza (2002) disebutkan struktur
morfologi dapat dalam diwakili oleh jenis foliose karena jenis ini mempunyai
empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu:
- Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
- Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
- Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
- Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichenes tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Usuli, Wirnangsi, dan Dewi (2013), menyatakan bahwa beberapa
tumbuhan dapat memberikan respon yang kurang baik terhadap adanya pencemaran
udara misalnya lumut kerak. Lumut kerak dapat dijadikan bioindicator pencemaran
udara karena mudah menyerap zat-zat kimia yang ada di udara dn dari air hujan,
sebab ia tidak memiliki kutikula. Jika digabungkan dengan keadaan di TAHURA R.
Soerjo Cangar yang memiliki tingkat polutan rendah, biodiversitas banyak,
kelembaban, suhu, intensitas cahaya yang mendukung pertumbuhan tumbuhan
perintis berkembang pesat, maka sangat pasti Lichenes berjenis Foliose seperti Physcia
sp. yang praktikan menemukan di sana pada permukaan yang lebih tinggi dari
bawah permukaan laut.
Perkembangbiakan
lichens menurut Yurnaliza (2002) terjadi melalui tiga cara yaitu vegetative,
aseksual, dan seksual. Secera vegetatif menggunakan Fragmentasi, isidia
soredia. Fragmentasi dilakukan dengan memisahkan tubuh yang telah tua dari
induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Reproduksi vegetative
dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah
individu. Isidia, cara ini dengan melepaskan isidia dari talus induknya dan
masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika
kondisinya sesuai. Vegetative dengan cara soredia adalah dengan melepaskan
soredia tersebut dari induknya. Dengan robeknya dinding alus, soredium tersebar
seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru, yang memiliki
karakteristik yang sama dengan induknya. Soredia sendiri adalah kelompok kecil
sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benang-benang miselium.
Secara aseksual dengan pembentukan spora yang
sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut
pycnidiospores. Secara seksual berbeda lagi, perkembangan seksual dilakukan
pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami
perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada KKL kali
ini, di TAHURA R. Soerjo, Cangar berdasarkan tujuan yang ada adalah sebagai
berikut:
1.
Morfologi dari Jamur Ganoderma sp. adalah
seperti
kipas, setengah lingkaran, keras, tidak lentur maupun bertekstur seperti jelly
dan ditemukan pada substrat kayu, bila disentuh seperti diselubungi bulu-bulu
tipis yng merupakan pori dan pendek, berwarna cokelat dan memiliki
lapisa-lapisan (himenofor). Panjangnya 5,5 cm dan lebarnya 2,5 cm. Sisi dalam
lubang-lubang itu dilapisi himenium (lapisan-lapisan dalam badan buah yang
membentuk spora). Tubuh buah jamur ini dapat berumur beberapa tahun dengan
tiap-tiap kali membentuk lapisan-lapisan himenofora baru. Hidup sebagai
saprofit pada substrat kayu. Reproduksi sel seksual dari kelas
Holobaidiomycetes (kelas dari Ganoderma sp.) adalah melalui peleburan
sepasang nucleus.
2.
Morfologi dari lumut tanduk (Anthoceros
sp.) adalah terdiri dari fase sporofit yang panjang sepeti taduk, fase
generative seperti lumut hati namun lebih mengkilap. Di pangkal fase sporoft
ada bagian membesar disebut involucrum, berwarna hijau gelap hamper kebiruan.
Dalam keadaan matang, prora berwarna hitam, berada di ujung sporofit. Dalm
hidupnya memiliki daur hidup berupa fase gametofit (melebur sel telur dan
spermatozoid) dan fase sporofit (spora pada sporogonium), dengan yang dominan
adalah fase gametofit yang sering nampak.
3.
Morfologi dari Physcia sp.
adalah berbentuk seperti daun, terdapat lobus, teksturnya kasar, tidak terlalu
menempel pada substrat (kayu), antara permukaan doral dan ventral berbeda
warna. Dorsal warna abu-abu kehijauan sedangkan vental berwrna hitam dengan ada
Rhizine (sejenis akar) di sana. Reproduksi vegetatifnya dengan fragmentasi,
isidia, dan soredia. Reproduksi aseksualnya dengan pembentukan spora yang
sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut
pycnidiospores. Reproduksi seksualnya hanya terbatas pada pembiakan jamurnya
saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur
yang membangun tubuh lichens.
5.2
Saran
Perlu adanya koordinasi
lebih dengan para praktikan, asisten, dan dsen, sehingga saat pengamatan
spesies jamur, lumut, dan lumut kerak berjalan tertib dan waktu yang digunakan
menjadi efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, A., Eko,
S.S., dan Nina, D.Y. 2013. Keanekaragaman Orchidaceae di Hutan Cangar, Tahura
R. Soerjo, Batu, Jawa Timur. Purwodadi: UPT BKT Kebun raya Purwodadi-LIPI.
Hawksworth. 1984. The Lichen-Forming
Fungi. Newyork: Chapman and Hall Publisher.
Indah,Najmi.2009.Taksonomi Tumbuhan Tingkat
Rendah.Jember :PGRI Jember.
Karim, Murniah. 2007. Biologi. Makassar:
UNM Press.
Maisyaroh, W.
2010. Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar, Malang. Jurnal pembangunan dan Alam Lestari. Vol.1, No.1, Hal:
1-9.
Norris, D.,
Fames R.S., Kenneth, K., Lloyd, R.S., and Brent, D.M. 2003. Bryophytes. Journal
of the California Native Plant Society. Vol. 31, No.3, Page: 1-44.
Tjitrosoepomo, G.,1989. Taksonomi Tumbuhan.
Yogyakarta : UGM Press.
Tjitrosoeom,
Gembong. 2011. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta. Yogyakarta: UGM Press.
Usuli, Y.,
Wirnangsih D. Uno, dan Dewi W.K.B. 2013. Lumut Kerak sebagai Bioindikator
Pencemaran Udara. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Yurnaliza. 2002. Karakteristik
Klasifikasi dan Kegunaan Lichenes. Medan : USU.
Subscribe to:
Posts (Atom)