Welcome to my blog! :D

Wednesday, 12 November 2014

KKL CANGAR FUNGI LUMUT LICHENES

BAB I 
PENDAHULUAN 
 1.1 Latar Belakang
               Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof, butuh senyawa organic untuk nutrisi. Mereka memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup saprofit., menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak).Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya (Karim, 2007). 
                Lumut merupakan Plantae yang masuk Divisi Bryophyta. Ia lebih maju daripada ganggang, karena sudah memiliki batang dan daun, tapi jaringannya masih sederhana. Akarnya disebut rizoid, untuk melekat dan mengisap air dan mineral. Hidup di tempat lembab san basah. Batangnya disebut kauloida dan daunnya disebut filoida, pada lumut daun (Sujana, 2007). Tumbuhan lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecil yang termasuk dalam divisio Bryophyta (dari bahasa Yunani bryum, "lumut"). Tumbuhan lumut sudah menunjukkan diferensiasi tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati. 
              Lichen sebagai tumbuhan pioneer memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Jenis ini menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras dan kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan organisme lainnya. Saat ini Lichen telah banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat dan beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi, Ketersediaan sumber alam yang melimpah terdapat di Negara Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak keanekaragaman flora dan fauna lebih dari negara-negara yang lain. Dengan letak geografisnya yang mendukung, berbagai macam organisme dapat berhabitat di dalamnya. Kekayaan sumber daya alam juga mengindikasikan kekayaan hayatinya. Mengamati dan menelitinya merupakan hal yang perlu untuk dilakukan, agar pengetahuan mengenai objek-objek yang diamati, baik meliputi klasifikasi, jenis, morfologi sera anatomi, dan manfaatnya dapat diketahui sehingga menghasilkan manfaat baik bagi masyarakat dan kehidupan di alam ini. 

 1.2 Tujuan 
 Tujuan dari penelitian ini adalah: 
1. Untuk mempelajari morfologi dan reproduksi dari jamur, lichen, dan lumut yang ditemukan di Taman Hutan Raya R. SoerjoDusun Cangar Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur? 

1.3 Manfaat 
 Manfaat dari diadakannya penelitian ini antara lain ; 
a. Sebagai pelengkap dalam memenuhi perkuliahan, terutama mata kuliah Botani Tumbuhan tidak Berpembuluh (BTTB) 
b. Menambah wawasan mahasiswa terutama mahasiswa biologi mengenai keanekaragaman Fungi,Lichen dan Lumut.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Jamur (fungi)
            Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof, butuh senyawa organic untuk nutrisi. Mereka  memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup saprofit., menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak).Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya (Karim, 2007).
           Jamur tumbuh subur terutama di musim hujan karena jamur menyukai habitat yang lembab. Akan tetapi, jamur juga dapat ditemukan hampir di semua tempat dimana ada materi organik. Jika lingkungan disekitarnya mengering, jamur akan menjalani tahapan istirahat atau menghasilakn spora. Cabang ilmu biologi yang mempelajri tentang jamur disebut mikologi (Indah, 2009).
Perbedaan jamur dengan tumbuhan tinggi (kingdom Plantae) antara lain tubuh jamur berupa talus (tubuh sederhana yang tidak mempunyai akar, akar, batang, dan daun). Selain itu, jamur tidak berklorofil sehingga tidak membutuhkan cahaya matahari untuk menghasilkan makanan. Jamur bersifat heterotrof saprofit atau heterotrof parasit. Sedangkan tumbuhan memiliki klorofil sehingga bersifat fotoautotrof, yaitu mampu membuat makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari (Indah, 2009).
Jamur merupakan organism yang menghasilkan spora, dinding dari zat kithin (karbohidrat kompleks), tidak berflgel dalam daur hidupnya. Jamur memiliki hifa. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, ada pula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma.  Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat, haustoria dapat menembus jaringan substrat (Karim, 2007).
Ada tiga macam morfologi hifa, yaitu Asepat (senosit), septet dengan sel-sel uninukleat dan septet dengan sel-sel multinukleat. Kumpulan hifa membentuk miselium ( Tjitrosoepomo, 1989).
Miselium dapat vegetatif (somatic) atau reprodutif. Beberapa hifa dari miselium somatic menembus ke dalam medium untuk mendapatkan zat makanan. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk pembentukan spora dan biasanya tumbuh keluar ke udara dari miselium. (Karim, 2007).
Reproduksi Fungi    
Secara alamiah jamur berkembang biak dengan berbagai cara, baik secara aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau pembentukan spora, dapat pula secara seksual dengan peleburan nucleus dari dua sel induknya. Pada pembelahan, suatu sel membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa. Pada penguncupan, suatu sel anak tumbuh dari tonjolan kecil pada sel inang.Spora aseksual, yang berfungsi untuk menyebarkan spesies dibentuk dalam jumlah yang besar. Ada banyak macam spora aseksual, yaitu Konidiospora, Sporangiospora, Konidium (artrospora), kalmidospora, dan Blastospora (Karim, 2007).
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singgami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan meiosis.Ada beberapa tipe spora seksual, yaitu Askospora, Basidiospora, Zigospora, dan Oospora (Karim, 2007).
Spora aseksual dan seksual dapat dikitari oleh struktur pelindung yang sangat terorganisasi yang disebut tubuh buah. Tubuh buah aseksual diantaranya ialah aservulus dan piknidium. Tubuh buah seksual yang umum disebut peritesium dan apotesium (Karim, 2007).
Basidiomycota
Basidiomycotina dicirikan oleh adanya basidispora yang terbentuk di luar pada ujung atau sisi basidium. Basidiomycotina yang banyak dikenal meliputi jamur papan pada pepohonan, dan jamur karat serta jamur gosong. Basidiokap yang mengandung basidia bersama basidiosporanya. Ciri khas yang dimiliki oleh kelompok ini adalah alat repoduksi generatifnya berupa basidium sebagai badan penghasil spora. Kebanyakan anggota spesies berukuran makroskopik.

2.2 Lumut (Bryophyta)
Lumut merupakan Plantae yang masuk Divisi Bryophyta. Ia lebih maju daripada ganggang, karena sudah memiliki batang dan daun, tapi jaringannya masih sederhana. Akarnya disebut rizoid, untuk melekat dan mengisap air dan mineral. Hidup di tempat lembab san basah. Batangnya disebut kauloida dan daunnya disebut filoida, pada lumut daun (Sujana, 2007).
Lumut memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan tumbuhan lain. Lumut merupakan tumbuhan dengan ukuran relatif kecil, tingginya 2 sampai 50 cm. Tubuhnya tidak memiliki akar, batang, dan daun yang sebenarnya, tetapi mempunyai bagian yang menyerupai akar (rizoid), batang, dan daun. Pada beberapa jenis lumut hati atau lumut tanduk tubuhnya masih berupa talus (lembaran). Rizoid adalah struktur menyerupai rambut atau benang-benang yang berfungsi untuk melekatkan tubuh pada tempat tumbuhnya dan menyerap air serta garam-garam mineral. Rizoid ini terdiri dari satu deret sel yang memanjang, terkadang dengan sekat yang tidak sempurna. Batang dan daun lumut belum memiliki floem maupun xylem (proses distribusi dengan difusi). Sel-sel penyusun tubuhnya memiliki dinding sel yang terdiri dari selulose.  Daun lumut umumnya disusun oleh sel-sel setebal 1 lapis, kecuali ibu tulang daun, yang mempunyai lebih dari 1 sel. Sel-selnya sempit, panjang, kecil, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala (Indah, 2009).
Tubuh tumbuhan lumut dengan berbagai struktur umum tersebut adalah gametofit. Setelah dewasa, lumut akan membentuk sporofit. Sporofit adalah struktur tubuh lumut yang terdiri atas bagian-bagian tertentu, yaitu vaginula, kaliptra, dan kolumela. Vaginula adalah bagian sporofit yang terdiri dari kaki yang diselubungi sisa dinding arkegonium, seta (tangkai), dan apofisis yaitu ujung seta yang agak melebar, yang merupakan peralihan antara seta dengan kotak spora (sporangium). Kaliptra adalah tudung yang berasal dari dinding arkegonium sebelah atas menjadi tudung kotak spora. Sedangkan kolumela adalah jaringan yang tidak ikut mengambil bagian dalam pembentukan spora. Sporofit tumbuhan lumut tumbuh menumpang pada gametofit yang hijau menyerupai daun. Sporofit ini memiliki klorofil, sehingga dapat berfotosintesis. Namun, tumbuhan lumut juga bisa mendapatkan makanan dari gametofit tempatnya melekat (Karim, 2007).
Habitat lumut adalah tempat-tempat yang memiliki kelembaban yang tinggi. Di lingkungan sekitar, kita bisa melihat berbagai jenis lumut yang menempel pada bebatuan, tembok, sumur, dan permukaan batu bata. Selain itu, tumbuhan lumut banyak dijumpai di hutan yang lebat, di atas tanah atau di atas batu. Tumbuhan lumut juga hidup pada kayu-kayu yang lapuk atau menempel pada kulit pohon sebagai epifit. Di daerah pegunungan ditemui suatu wilayah yang banyak didominasi oleh lumut, sehingga disebut hutan lumut.. Berbagai jenis lumut juga ditemukan di daerah dengan iklim yang ekstrim. Ada lumut yang hidup di daerah kering atau gurun, di dalam lumpur, dan aliran sungai. Lumut juga dapat dijumpai di daerah kutub utara (Arktik) dan di daerah kutub selatan (Antartika) (Indah, 2009).
Siklus Hidup Lumut
Siklus hidup lumut berbeda dengan siklus hidup tumbuhan yang lain karena siklus hidup lumut didominasi oleh gametofit. Gametofit menghasilkan organ kelamin jantan atau anteredium dan organ kelamin betina atau arkegonium. Apabila anteredium dan arkegonium dihasilkan oleh satu gametofit (satu individu lumut) maka jenis tersebut disebut lumut berumah satu atau homotalus, sedangkan apabila keduanya dihasilkan oleh gametofit yang berbeda maka jenis tersebut disebut lumut berumah dua atau heterotalus.Sebagian besar spesies lumut daun bersifat heterotalus. Gametofit jantan membentuk anteredium dan gametofit betina membentuk arkegonium. Sperma dari anteredium dengan perantaraan air berenang menuju sel telur di dalam arkegonium kemudian terjadi pembuahan yang menghasilkan zigot. Zigot yang bersifat diploid kemudian akan mengalami mitosis dan bekembang menjadi sporofit embrionik di dalam arkegonium. Pada ujung batang sporofit yang memanjang terdapat sporangium, yaitu kapsul tempat spora haploid berkembang. Sporangium juga berfungsi sebagai tempat terjadinya pembelahan mitosis. Setelah masak, kapsul spora pecah dan spora terpencar keluar. Spora-spora tersebut apabila menemukan tempat yang memiliki kelembaban yang sesuai akan berkecambah membentuk protonemata (jamak dari protonema) kecil yang berwarna hijau.Protonemata haploid tersebut terus tumbuh dan berdiferensiasi sehingga membentuk gametofit. Gametofit dewasa akan membentuk gamet-gamet yang akan berkembang dan kembali menjalani siklus serupa. Perkawinan antara gamet jantan dan gamet betina membentuk spora merupakan perkembangbiakan secara seksual (generatif). Selain melalui perkembangbiakan generatif, lumut juga berkembang biak secara vegetatif. Bagian gametofit lumut yang patah dan terbawa angin atau burung yang mencari bahan sarang bisa tumbuh apabila jatuh di tempat-tempat yang lembab. Beberapa jenis lumut juga sangat mudah membentuk tunas-tunas atau gemma. Gemma merupakan tubuh bersel satu atau banyak. Seringkali, menguncup dari jaringan generatif khusus pada batang, daun, rizoid, atau protenema. Gemma dapat secara efektif memberikan persebaran dalam waktu singkat. Contohnya terdapat pada Calymperes erosum dan Marchantia polymorpha. Jenis yang pertama tersebut adalah anggota lumut daun yang mempunyai gemifereous leaf pada bagian ujung daunnya, sedangkan jenis yang satunya merupakan lumut hati yang mempunyai gemma cup pada permukaan talusnya (Karim, 2007).
Lumut Tanduk (Anthocerotopsida)
Lumut tanduk mempunyai kemiripan dengan lumut hati, yakni pada gametofitnya. Bedanya, lumut tanduk memiliki sporofit yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti tanduk dari hamparan gametofit. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis dan Notothylus indica. Pada lumut tanduk yang matang, genus Anthoceros, sporanya berwarna hitam seperti yang ditunjukkan oleh ujung gelap sporophytes. Pada fase gametofit, antara lumut tanduk dan lumut hati dapat dibedakan. Pada lumut tanduk, fase gametofitnya menampilkan warna biru kehijauan dan nampak berminyak (Norris,2013).

2.3 Lichenes ( Lumut Kerak )
Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dari golongan Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan Chlorophyta atau Cyanobacteria bersel satu (fikobion). Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Lumut kerak bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Indah, 2009 : 41).
Ganggang membuat makanan untuk jamur. Sebab utama hijau yang dimilikinya memungkinkan ganggang melakukan proses fotosintesis, memasak makanan. Sementara itu, tugas jamur adalah member perlindungan terhadap kekeringan. Lichenes adalah  tanaman yang hebat. Berbeda dari lumut biasa yang tumbuh di tempat lembap, lichenes bias tumbuh di tempat-tempat yang sulit, tempat yang sangat dingin dan kering. Lichenes ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan tetapi dapat juga hidup di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai dan juga gunung-gunung yang tinggi (Tjitrosoepomo, 1989).

Morfologi Lichenes
       Tubuh  lichenes  dinamakan  thalus  yang  secara  vegetative  mempunyai  kemiripan dengan  alga dan  jamur. Thalus ini  berwarna abu-abu  atau  abu-abu  kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau merah  dengan  habitat yang bervariasi. Bagian  tubuh yang  memanjang  secara  seluler  dinamakan  hifa. Hifa  merupakan organ vegetative dari thalus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichenes. Alga selalu berada  pada bagian  permukaan dari  thalus (Hawksworth, 1984).
Menurut bentuk pertumbuhannya, lumut kerak tdapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu (Indah, 2009) :
1.      Krustos, jika talus terbentuk seperti kerak (kulit keras), berukuran kecil, datar dan tipis. melekat erat pada substratnya (batu, kulit pohon atau tanah). Contohnya : Physcia,Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium. Lichen krustos yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan yang biasanya disebut endolitik.
2.      Folios, jika talus berbentuk seperti daun. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk  mengabsorbsi makanan. Contohnya : Umbillicaria, Parmelia, Xantoria, Physcia, Peltigera.
3.      Frutikos, jika talus tegak seperti semak atau menggac ntung seperti jumbai atau pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Contohnya : Usnea longissima.
4.      Squamulose, Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh : Psora pseudorusselli, Cladonia carneola.
Menurut Yurnaliza (2002) disebutkan struktur morfologi dapat dalam diwakili oleh jenis foliose karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu:
  1. Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
  2. Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.
  3. Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal.
  4. Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar.
 Perkembangbiakan Lumut Kerak (Lichen)
Perkembangbiakan lichens terjadi melalui tiga cara yaitu vegetative, aseksual, dan seksual. Secera vegetatif menggunakan Fragmentasi, isidia soredia. Secara aseksual dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut pycnidiospores. Secara seksual berbeda lagi, perkembangan seksual dilakukan pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens (Yurnaliza, 2002).
 


BAB III
METODE PENELITIAN


2.1  Waktu dan Tempat
Kuliah kerja lapangan mengenai jamur, lichenes dan lumut ini dilaksanakan pada hari Minggu, 09 November 2014 pada pukul 10.00-12.30 WIB di TAHURA R. Soerjo Cangar, Batu, Jawa Timur.

2.2  Alat dan Bahan
2.2.1        Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Toples bekas                                    1 buah
2.      Kamera                                1 buah
3.      Kantong plastik                    1 buah

2.2.2        Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Jamur                                   1 spesies
2.      Lichenes                              1 spesies
3.      Lumut                                  1 spesies

2.3 Cara kerja
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Disediakan alat yang diperlukan
2.      Dicari jamur, lichenes dan lumut yang akan di amati
3.      Dimasukkan kedalam toples dan plastik yang telah disediakan
4.      Diamati jamur, lichenes dan lumut yang didapat
5.      Diidentifikasi tiap sampel jamur, lumut, dan lichens yang didapat.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ganoderma sp.
4.1.1 Hasil

Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
20141113_101210.jpg
Ganoderm.jpg

(Niel, 2007)
Klasifikasi
Kingdom   : Fungi
Divisi        : Basidiomycota
Kelas        : Holobasidiomycetes
Ordo         : Hymenomycetales
Famili       : Polyporaceae
Genus       : Ganoderma
Spesies      : Ganoderma sp.          (Tjitrosoepomo, 2011)

4.1.2 Pembahasan

            Fungi atau cendawan adalah organism heterotrof . Mereka  memerlukan senyawa organic untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organic mati yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kmia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungan kita bilamana membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain. Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak).
 Pengamatan yang dilakukan di Cangar, praktikan menemukan suatu jamur yang hidup menempel (epifit) di kayu, yaitu Ganoderma sp. yang merupakan spesies dari kingdom fungi divisi Basidiomychota dalam kelas Holobasidiomycetes, suku Polyporaceae. Spesies ini masuk dalam divivi Basidiomycota sebab ia mempunyai kantung sporangium yang karakteristik disebut basidium yang mengandung spora yng disebut basidiospora. Nampak pada gambar pengamatan, tubuh Ganoderma sp. seperti kipas, setengah lingkaran, keras, tidak lentur maupun bertekstur seperti jelly dan ditemukan pada substrat kayu, bila disentuh seperti diselubungi bulu-bulu tipis dan pendek, berwarna cokelat dan memiliki lapisa-lapisan. Panjangnya 5,5 cm dan lebarnya 2,5 cm.
Hal ini sesuai dengan literature yang ada (Tjitrosoepomo, 2011) yang menyatakan bahwa suku Polyporaceae memiliki tubuh buah berupa suatu kipas, himenofora merupakan buluh-buluh (pori) yang dilihat dari luar berupa lubang-lubang. Sisi dalam lubang-lubang itu dilapisi himenium (lapisan-lapisan dalam badan buah yang membentuk spora). Tubuh buah jamur ini dapat berumur beberapa tahun dengan tiap-tiap kali membentuk lapisan-lapisan himenofora bau. Sebagian hidup sebagai saprofit misalnya Ganoderma applanatum (jamur kayu). Tubuh buah berbentuk setengah lingkaran, banyak terdapat pada kayu-kayu lapuk.  Sehingga sesuai dengan literatur (Karim, 2007), jamur yang hidup epifit dan menguraikan atau menghancurkan sisa-sisa menjadi senyawa kimia lebih sederhana, dikembalikan lagi ke tanah, hingga tanah dapat menjadi subur. Ia dapat memilih katu sebagai substratnya adalah sebab kayu memiliki bahan organic yang dibutuhkan oleh jamur kayu (Ganoderma sp.).
Ganoderma sp. ini tidak dapat dibedakan antara bagian akar, batang, dan daunnya. Sehingga dapat dikatakan ia adalah thallus. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Indah (2009) bahwa jamur merupakan organism thallus seperti pada lumut dan alga. Ganoderma sp. masuk dalam kelas Homobasidiomycetes atau Holobasidiomycetes sebab basidium yang terdapat pada Ganoderma sp. terdiri dari satu sel saja, tidak memiliki sekat, dan tidak pula terbagi menjadi empat sel.
Pernyataan Tjitrosoepomo (2011) mengenai perkembangan sel vegetative dari kelas Holobasidiomyetes adalah dengan basidiospora yang berasal dari reproduksi generatifnya berupa basidium. Basidiospor nantinya akan mempunyai jenis kelmin berbeda-beda, masing-masing tumbuh menjadi miselium dengan jenis kelamin berbeda pula. Miselium ini bersekat, membentuk sel-sel vegetative yang masing-masing hanya berisi satu spora (uninukleat). Jika dua sel vegetative berbeda jenis kelamin bertemu, maka keduanya menyatu, diikuti fusi sitoplasma (plasmogami/somatogami), sehingga terbentuk satu sel berisi sepasang nucleus (dikaryotik). Hingga tahap ini,  miselium ini tidak menghasilkan alat-alat kelamin khusus. Selanjutnya sel yang berasal dari persatuan dua sel monokaryotik tersebut tumbuh membentuk tubuh buah (basidiomata) yang terdiri dari hifa-hifa dikaryotik.
Sel-sel di ujung hifa membentuk hubungan klem melalui suatu kait (semacam trikogen). Pasangan nucleus sel di ujung hifa membelah sehingga terbentuk dua pasang nucleus. Salah satu dari dua nukleus anakan yang pertama tertarik ke pangkal. Lalu salah satu dari dua nuklus anakan yang kedua masuk ke buluh kait dan menuju ke pangkal pula, sehingga di ujung sel terdapat satu nucleus lagi. Selanjutnya sel membuat dinding pemisah di tempat keluarnya kait dan satu dinding pemisah lagi yang membatasi sel ujung dengan sel di bawahnya. Kait lalu bersatu lagi denga sel yang ada di bawahnya, sehingga sel menjadi dikaryotik lagi. Pembentukan kait akan selalu diulangi lagi setiap kali akan terbentuk inding pemisah, sehingga akhirnya terbentuk miselium dikaryotik yang panjang dan bercabang. Dalam kondisi demikian, fungi dapat tumbuh terus hingga beberapa tahun.
Perkembangbiakan sel seksual dari kelas Holobaidiomycetes menurut Tjitrosoepomo (2011) adalah melalui peleburan sepasang nucleus. Jadi awalnya tubuh buah basidiomycetes dibentuk oleh hifa-hifa dikaryotik. Pada tubuh buah tadi, umumnya pada sisi bawah tudung, berkembang hifa-hifa yang akan membentuk basidium. Hifa ini membentuk sutu lapisan himenium yang susunannya seperti jaringan palisade. Seldi ujung hifa yang akan membentuk basidium membesar membentuk gada. Lalu sepasang nucleus di dalamnya bersatu, diikuti pembelahan meiosis, sehingga terbentuk empat nucleus haploid dan dua-dua mempunyai jenis kelamin yang berbeda. Selanjutnya pada ujung basidium terjadi empat pnonjolan dengan ujung bulat ata jorong yang disebut sterigma, yang kemudian akan menjadi basidiospora. Keempat nucleus haploid masuk ke dalam calon basidiospora melalui sterigma. Basidiospora masak akan dilemparkan oleh kekuatan turgor basidium dan seterusnya tersebar oleh angin.
Lapisan himenium tubuh buah Holobasidiomycetes, di samping mengandung basidium terdapat pula parafisis, yaitu hifa dikaryotik steril yang telah mengalami degenerasi. Selain itu terdapat pula sistidium, yaitu hifa-hifa steril yang ukurannya lebih besar daripada parafisis.
Abdi, dkk (2013) menyatakan dalam jurnalnya tentang faktor abiotik pada hutan Cangar yang masuk dalam TAHURA R. Soerjo pada ketinggian 1600-1727 m di bawah permukaan laut adalah meliputi intensitas cahaya (lux) adalah 10x100-868x100, semakin tinggi semakin rendah intensitasnya. Kelembaban udara (%) 60-90, suhu (°C) 18-28, pH tanah 6-7, dan kelembban tanah (%) 25-78. Hutan Cangar sendiri, menurut Maisyaroh (2010) brada pada ketinggian 1600 meter di bawah permukaan laut. Dengan kondisi yang demikian, dengan suhu rendah, cahaya yang minim pada permukaan yang makin tinggi, pH netral, hingga kelembaban udara yang tinggilah yang menyebabkan jamur sejenis Ganoderma sp. mampu tumbuh di wilayah hutan Cangar.

4.2 Anthoceros fusiformis

4.2.1 Hasil
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
20141110_055841.jpg
Neli lumut tanduk 2013.jpg

               (Neli, 2013)
Klasifikasi
Kingdom   : Plantae
Divisi        : Bryophyta
Kelas        : Hepaticae
Ordo         : Anthocerotales
Famili       : Anthocerotaceae
Genus       : Anthoceros
Spesies      : Anthoceros fusiformis                       (Tjitrosoepomo, 2011)

4.2.2 Pembahasan
Lumut merupakan tumbuhan tak berpembuluh sebab tak memiliki xilm floem. Menurut Norris (2013), lumut adalah tumbuhan yang memiliki nama imiah Bryophyta, merupakan kelompok tumbuhan yang termasuk di dalamnya adalah lumut dun, lumut hati, dan lumut tanduk. Dapat pula lumut didefinisikan sebagai tumbuhan hijau tanpa bunga dan buah-buahan, dan kurang baik system pembuluhnya untuk mengangkut cairan di sepanjang tubuhnya, mereka tidak memproduksi benih, namun spora bersel tunggal.
Kuliah Kerja Lapang (KKL) yang dilaksanakan di hutan Cangar, praktikan mendapati adanya lumut tanduk spesies Anthoceros fusiformis, dari genus Anthoceros, bangsa (ordo) Anthocerotales yang hanya memuat beberapa marga (genus) yang biasanya dimasukkan dalam satu suku saja, menurut Tjitrosoepomo (2011), yakni Anthocerotaceae. Nampak pada gambar pengamatan, bentuknya memng seperti tanduk yang merupakan thallus berbentuk kapsul yang memanjang, berwarna hijau. Di dasar dari kumpulan tanduk, terdapat bagian gametofit dari lumut tanduk. Sebelum menuju jaringan gametofit, terdapat bagian yang meluas dari kapsul. Bagian itu disebut involucrum.
Hal tersebut, tentang morfologi lumut tanduk, sesuai dengan litertur (Haryono, 2000) yang menyatakan bahwa Lumut Tanduk memiliki bentuk tubuh seperti tanduk yaitu berupa Talus yang memanjang. Warna dari Talus ini dalah hijau. Sporofit pada lumut ini berupa kapsul yang berbentuk memanjang, silinder dan berbentuk bulir pangkal sporofit di bungkus dengan kelubung dari jaringan gametofit. Dasar kapsul meluaas ke arah bawah sebagai kaki, suatu organ untuk melekat dan menyerap, tebenam dalam – dalam di dalam jaringan talusnya. Pada lumut tanduk sel-selnya hanya memiliki satu Kloroplas yang besar dan mencakup pirenoid. Lumut tanduk terdiri dari 100 spesies. Salah satu spesiesnya adalah  anthoceros sp. Habitat dari lumut  tanduk adalah di gunung, tepian sungai, danau, atau sepanjang selokan. Cara reproduksi lumut tanduk seperti pada lumut hati.
Norris (2003) menyatakan bahwa lumut tanduk mempunyai kemiripan dengan lumut hati, yakni pada gametofitnya. Bedanya, lumut tanduk memiliki sporofit yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti tanduk dari hamparan gametofit. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis dan Notothylus indica. Pada lumut tanduk yang matang, genus Anthoceros, sporanya berwarna hitam seperti yang ditunjukkan oleh ujung gelap sporophytes. Pada fase gametofit, antara lumut tanduk dan lumut hati dapat dibedakan. Pada lumut tanduk, fase gametofitnya menampilkan warna biru kehijauan dan nampak berminyak. Pada gambar pngamatan memang Nampak bahwa fase gametofitnya memang bening seperti mengandung minyak.
Tjitrosoepomo (2011) menyatakan bahwa gametofit pada lumut tanduk mempunyai talus berbentuk cakram dengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar, pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal. Stoma itu kemudian hamper selalu terisi dengan lendir. Beberapa anteridum terkumpul dalam suatu lekukan pada sisi atas talus, demikian pula arkegoniumnya. Zigot mula-mula membelah menjadi dua sel dengan suatu dinding pemisah melintang. Sel yang di atas terus mebelah-belah dan merupakan sporogonium, yang bawah membelah-belah merupakan kaki sporogonium. Sel-sel yang menyusun kaki sporogonium berbentuk seperti rizoid, melekat pada talus gametofitnya. Bgi sporogonium, kaki itu brfungsi sebagai alat penghisap (haustorium). Sporogonium tidak bertangkai, mempunyai bentuk seperti tanduk, panjangnya 10-15 cm. Jika telah masak pecah seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan terdiri atas beberapa deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolumela diselubungi oleh jaringan yang kemudian akan menghasilkan spora, yang disebut arkespora. Selain spora, akespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang disebut elatera. Berbeda dengan lumut hati lainnya, masaknya kapsul spora pada sporogonium itu tidak bersama-sama, akan tetapi dimulai dari atas dan berturut-turut sampai pada bagian bawahnya. Dinding sporogonium mempunyai stoma dengan dua sel penutup, dan selain itu sel-selnya mengandung kloroplas.
Lumut memiliki dua fase hidup yaiu fase sporofit dan fase gametofit. Namun yang sering nampak terlihat adalah fase gametofitnya. Dau hidupnya menurut Tjitrosoepomo (2011) dimulai dari spora yang kecil dan haploid, berkecambah menjadi suatu protalium yang pada lumut disebut protonema. Protonema ini ada yang menjadi besar, ada juga yang tetap kecil. Pada protonema ini terdapat kuncup-kuncup yang tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan lumutnya. Pada tumbuhan lumut dibentuk gametangium (anteridium= spermatozoid, arkegonium= sel telur). Setelah terjadi pembuahan, muncul zigot, embrio diploid. Embrio lalu tumbuh menjadi suatu badan yang bulat atau jorong dengan tangkai pendek atau panjang, yang disebut sporogonium, disebut pula kapsul spora yang menghasilkan spora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karim (2007).
Lumut tanduk ini dapt ditemukan di hutan Cangar sebab sepeti yang disebutkan pada pembahasan Fungi (4.1.2), Cangar memiliki suhu rendah, intensitas cahaya cukup, pH menuju netral, dan kelembaban yang tinggi yang dibutuhkan oleh lumut seperti yang dinyatakan oleh Indah (2009) bahwa lumut menyukai tempat lembab yang juga menyebutkan bahwa lumut spesies tertentu dapat hidup di tempat ekstrim. Lumut tanduk juga dapat hidup di tempat cukup ekstrim seperti pada pemandian air panas di Cangar. Dengan letaknya yang dekat dengan air, maka akan memudahkan spermatozoid bertemu dengan sel telur dan terjadi pembuahan yang menghasilkan individu baru.

4.3 Physcia sp.

4.3.1 Hasil
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
20141113_101242.jpg
nerra, 2004.jpg
(Nerra, 2014)

Klasifikasi

Kingdom   : Fungi
Divisi        : Lichenes
Kelas        : Ascolichenes
Ordo         : Lecanorales
Famili       : Lecanoraceae
Genus       : Physcia
  Spesies      : Physcia sp.

4.3.2 Pembahasan
Klasifikasi di atas menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan pada KKL Cangar adalah Lichenes dengan spesies Physcia sp. Nampak bahwa spesies ini masuk dalam kelas Ascholichenes, sehingga fungi penyusunnya adalah dari divisi ascomycota, dengan penyusunnya dari family Mycophyceae dan Chlorophyceae. Nampak pada gambar pengamatan, Physcia sp. ini memiliki struktur morfologi berwarna abu-abu kehijauan, berbentuk seperti daun, terdapat lobus, seperti pada squamulose, teksturnya keras (tidak lentur), mudah dilepas dari substratnya sebab tidak menempel seutuhnya. Dari cirri-ciri ini maka Physcia sp. masuk dalam kelompok foliose.
Indah (2009) menyatakan bahwa Foliose talusnya berbentuk seperti daun. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk  mengabsorbsi makanan. Contohnya : Umbillicaria, Parmelia, Xantoria, Physcia, Peltigera. Memang sudah jelas, bahwa Physcia masuk dalam foliose.
Physcia sp ini ditemukan menempel pada kayu yang telah jatuh dari pohonnya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam literature (Tjitrosoepomo, 1989) bahwa Lichenes dapat hidup epifit pada pepohonan, dapat pula di tanah, dan bebatuan. Menurut Yurnaliza (2002) disebutkan struktur morfologi dapat dalam diwakili oleh jenis foliose karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu:
  1. Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
  2. Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi. 
  3. Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
  4. Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichenes tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Usuli, Wirnangsi, dan Dewi (2013), menyatakan bahwa beberapa tumbuhan dapat memberikan respon yang kurang baik terhadap adanya pencemaran udara misalnya lumut kerak. Lumut kerak dapat dijadikan bioindicator pencemaran udara karena mudah menyerap zat-zat kimia yang ada di udara dn dari air hujan, sebab ia tidak memiliki kutikula. Jika digabungkan dengan keadaan di TAHURA R. Soerjo Cangar yang memiliki tingkat polutan rendah, biodiversitas banyak, kelembaban, suhu, intensitas cahaya yang mendukung pertumbuhan tumbuhan perintis berkembang pesat, maka sangat pasti Lichenes berjenis Foliose seperti Physcia sp. yang praktikan menemukan di sana pada permukaan yang lebih tinggi dari bawah permukaan laut.
Perkembangbiakan lichens menurut Yurnaliza (2002) terjadi melalui tiga cara yaitu vegetative, aseksual, dan seksual. Secera vegetatif menggunakan Fragmentasi, isidia soredia. Fragmentasi dilakukan dengan memisahkan tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Reproduksi vegetative dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu. Isidia, cara ini dengan melepaskan isidia dari talus induknya dan masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya sesuai. Vegetative dengan cara soredia adalah dengan melepaskan soredia tersebut dari induknya. Dengan robeknya dinding alus, soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru, yang memiliki karakteristik yang sama dengan induknya. Soredia sendiri adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benang-benang miselium.
 Secara aseksual dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut pycnidiospores. Secara seksual berbeda lagi, perkembangan seksual dilakukan pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada KKL kali ini, di TAHURA R. Soerjo, Cangar berdasarkan tujuan yang ada adalah sebagai berikut:
1.      Morfologi dari Jamur Ganoderma sp. adalah seperti kipas, setengah lingkaran, keras, tidak lentur maupun bertekstur seperti jelly dan ditemukan pada substrat kayu, bila disentuh seperti diselubungi bulu-bulu tipis yng merupakan pori dan pendek, berwarna cokelat dan memiliki lapisa-lapisan (himenofor). Panjangnya 5,5 cm dan lebarnya 2,5 cm. Sisi dalam lubang-lubang itu dilapisi himenium (lapisan-lapisan dalam badan buah yang membentuk spora). Tubuh buah jamur ini dapat berumur beberapa tahun dengan tiap-tiap kali membentuk lapisan-lapisan himenofora baru. Hidup sebagai saprofit pada substrat kayu. Reproduksi sel seksual dari kelas Holobaidiomycetes (kelas dari Ganoderma sp.) adalah melalui peleburan sepasang nucleus.
2.      Morfologi dari lumut tanduk (Anthoceros sp.) adalah terdiri dari fase sporofit yang panjang sepeti taduk, fase generative seperti lumut hati namun lebih mengkilap. Di pangkal fase sporoft ada bagian membesar disebut involucrum, berwarna hijau gelap hamper kebiruan. Dalam keadaan matang, prora berwarna hitam, berada di ujung sporofit. Dalm hidupnya memiliki daur hidup berupa fase gametofit (melebur sel telur dan spermatozoid) dan fase sporofit (spora pada sporogonium), dengan yang dominan adalah fase gametofit yang sering nampak.
3.      Morfologi dari Physcia sp. adalah berbentuk seperti daun, terdapat lobus, teksturnya kasar, tidak terlalu menempel pada substrat (kayu), antara permukaan doral dan ventral berbeda warna. Dorsal warna abu-abu kehijauan sedangkan vental berwrna hitam dengan ada Rhizine (sejenis akar) di sana. Reproduksi vegetatifnya dengan fragmentasi, isidia, dan soredia. Reproduksi aseksualnya dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung pada pasangan jamurnya, spora aseksual disebut pycnidiospores. Reproduksi seksualnya hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens.

5.2 Saran
Perlu adanya koordinasi lebih dengan para praktikan, asisten, dan dsen, sehingga saat pengamatan spesies jamur, lumut, dan lumut kerak berjalan tertib dan waktu yang digunakan menjadi efisien.


DAFTAR PUSTAKA

Abdi, A., Eko, S.S., dan Nina, D.Y. 2013. Keanekaragaman Orchidaceae di Hutan Cangar, Tahura R. Soerjo, Batu, Jawa Timur. Purwodadi: UPT BKT Kebun raya Purwodadi-LIPI.

Hawksworth. 1984. The Lichen-Forming Fungi. Newyork: Chapman and Hall Publisher.

Indah,Najmi.2009.Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah.Jember :PGRI Jember.

Karim, Murniah. 2007. Biologi. Makassar: UNM Press.

Maisyaroh, W. 2010. Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal pembangunan dan Alam Lestari. Vol.1, No.1, Hal: 1-9.

Norris, D., Fames R.S., Kenneth, K., Lloyd, R.S., and Brent, D.M. 2003. Bryophytes. Journal of the California Native Plant Society. Vol. 31, No.3, Page:  1-44.

Sujana, Arman. 2007. Kamus Lengkap Biologi . Jakarta : Mega Aksara
 
Tjitrosoepomo, G.,1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press.

Tjitrosoeom, Gembong. 2011. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,  Pteridophyta. Yogyakarta: UGM Press.

Usuli, Y., Wirnangsih D. Uno, dan Dewi W.K.B. 2013. Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Yurnaliza. 2002. Karakteristik Klasifikasi dan Kegunaan Lichenes. Medan : USU.